Lanjut ke konten

Chavez Bisa Tergelincir Minyak

Februari 10, 2009

Ambisi Presiden Venezuela Hugo Chavez untuk menciptakan negara sosialis yang kokoh dan berani menantang kemapanan ‘kaum neoliberalis’ nampaknya mesti menghadapi kenyataan pahit.

Krisis finansial global telah membuat harga-harga komoditas, khususnya minyak bumi melorot sangat tajam. Menurunnya harga minyak telah secara drastis menurunkan pendapatan negara yang sangat diandalkan Chavez dalam menjalankan ekonomi politik sosialis di dalam negeri dan ‘balance of power’ di kawasan Amerika Latin dan Karibia.

Sejarah Berulang
Apa yang dilakukan Chavez sesungguhnya adalah sebuah sejarah yang berulang. Ketika terjadi oil booming pada era tahun 70-an, Presiden Venezuela saat itu, Carlos Andres Perez, juga menerapkan kebijakan yang mirip; menggunakan uang penjualan minyak untuk mendukung kebijakan dalam negeri yang populis, menasionalisasi perusahaan asing, dan membayar politik ‘mercu suar’ dengan memberikan bantuan luar negeri ke negara-negara lain. Ketika oil booming berakhir, maka berakhir pula segala kebijakan berbiaya mahal itu.

Entah mengapa, kegagalan kebijakan itu justru ditiru oleh Hugo Chavez, orang yang pernah mencoba menggulingkan Carlos Andres Perez di tahun 1992 karena dianggap gagal mengendalikan ekonomi domestik terus memburuk. Kini strategi yang sama diterapkan Chavez, bahkan dengan sumber dana yang sama.

Ia memberikan berbagai keistimewaan pada rakyat miskin dengan memberi berbagai subsidi pangan dan kesehatan, mereformasi kebijakan pertanahan dengan menyita tanah yang dianggap menganggur, dan yang paling fenomenal adalah keputusannya menasionalisasi perusahaan-perusaan asing di bidang yang dianggapnya strategis: minyak bumi, baja, telekomunikasi, dan energi.

Kebijakan yang Mahal
Ia meluncurkan kebijakan ‘Bolivarian Mission’, sebuah program pengentasan kemiskinan dengan membangun ribuan klinik kesahatan bagi rakyat miskin dan program pengentasan buta huruf yang mampu membuat jutaan orang dewasa di Venezuela yang semula buta huruf menjadi bisa membaca. Ia banyak memberi subsidi bagi pangan dan perumahan dan berhasil menekan tingkat kematian bayi yang baru dilahirkan.

Namun secara mengejutkan berbagai kebijakan itu justru meningkatkan gini coefficient, sebuah metode untuk mengukur tingkat pemerataan kemakmuran rakyat. Peningkatan gini coefficient ini menunjukkan adanya peningkatan kesenjangan kesejahteraan di masyarakat Venezuela.

Di sini terlihat bahwa kebijakan populis Chavez memang berhasil meningkatkan daya beli masyarakat karena adanya subsidi, namun tidak berhasil menjadikan rakyat miskin meningkatkan taraf hidup mereka. Subsidi tidak ditujukan pada sektor-sektor produktif yang bisa meningkatkan produktifitas dan penciptaan lapangan kerja, namun semata ditujukan pada berbagai keperluan yang bersifat non-produktif.

Dalam aras politik luar negeri, ia erat bekerjasama dengan para “penyeimbang” Amerika. Ia membeli senjata dalam jumlah besar dari Russia dan memberi bantuan keuangan kepada negara-negara Karibia untuk membeli minyak dari Venezuela dalam sebuah pola kerjasama yang diberi nama Petrocaribe.

Semua kebijakannya tersebut membutuhkan biaya yang mahal. Pada tahun 2007, berbagai kebijakan populis ini membutuhkan 44,6% dari GDP dimana minyak menjadi faktor yang paling utama dalam menghasilkan penerimaan negara. Kebijakan ekonomi-politik Hugo Chavez sepenuhnya bersandar pada hasil minyak bumi Venezuela.

Pilihan Sulit
Turunnya harga minyak dapat membuat Chavez kehilangan ‘amunisi’nya. Dengan harga minyak yang masih cukup tinggi di semester pertama tahun 2008 saja, ia harus menaggung defisit anggaran yang cukup besar. Jika ini terus berlanjut, maka dipastikan defisit akan semakin membesar, inflasi akan meninggi dan kemiskinan akan semakin bertambah.

Kesulitan ekonomi akan menjadi batu sandungan utama bagi Chavez. Ia akan kehilangan justifikasi atas kebijakan populisnya selama ini. Semakin besarnya tekanan ekonomi akan membuat ia harus menyusun skala prioritas anggaran menjadi lebih ketat. Maka, segala bentuk politik luar negeri ‘mercu suar’ nya adalah hal yang paling rasional untuk dipangkas segera.

Tergelicir?
Menunda atau membatalkan pembelian senjata dan bantuan luar negeri bagi negara-negara Karibia adalah pilihan yang paling mungkin diambilnya saat ini. Sebab, jika ia mengorbankan kebijakan populis di dalam negeri berupa berbagai subsidi pada warga miskin, maka itu sama saja menggali kuburnya sendiri.

Chavez mungkin awalnya menyambut gembira krisis yang menghantam ekonomi AS, sebuah ikon neoliberisme yang sangat ia benci. Namun kini, jatuhnya harga minyak dunia akibat krisis itu bisa jadi membuat ia terpeleset dan tak lagi bisa menjadi kekuatan penyeimbang bagi AS di kancah politik kawasan. Jika harga minyak terus merosot, bukan tak mungkin ia akan tergelincir dari jabatannya sebagai Presiden Venezuela. Minyak, bisa menjadi senjata makan tuan bagi Chavez.

3 Komentar leave one →
  1. Februari 24, 2009 5:56 pm

    yang strategis itu memang di tengah-tengah, tidak terlalu kekanan dan ke kiri

  2. Februari 25, 2009 12:26 pm

    Istamar
    Posisi ditengah bisa juga diartikan tidak punya prinsip atau oportunis 🙂

  3. aefmubarok permalink
    Oktober 26, 2009 12:19 am

    berbagai sistim ekonomi di dunia sudah dipraktekkan oleh para penguasa dunia, dan hasilnya kita merasakannya. barangkali sudah waktunya kita mencoba mengetrapkan sistim ekonomi yang dimiliki oleh islam.

Tinggalkan komentar